Bahasa Indonesia
Resensi Novel Ayahku (Bukan) Pembohong ~ Tere Liye
Identitas
Buku
Judul : Ayahku (Bukan)
Pembohong
Pengarang : Tere - Liye
Penerbit : PT Gramedia
Pustaka Utama
Perancang
Sampul : Lambok Hutabarat
Tahun
Terbit : April 2011
Kota
Terbit : Jakarta
Cetakan : Keduabelas
Desember 2014
Tebal
Novel : 308 halaman,
20 cm
Harga
Novel : Rp. 45.000,00
ISBN : 978 – 979 – 22
– 6905 – 5
Gambar Kover : Berwarna biru dengan latar
belakang langit berawan putih dengan apel berwarna emas yang berjendela dua.
Pada jendela pertama memperlihatkan pesepakbola bernama El Capitano dan
teman-temannya serta pada jendela kedua menggambarkan sebuah lembah Bukhara
dengan pohon hijau yang besar berada di tengah-tengahnya.Selain itu, ada gambar
lain yaitu sebuah layang-layang besar berwarna coklat yang ditumpangi oleh dua
orang suku penguasa angin.
Sinopsis
Novel Ayahku (Bukan) Pembohong adalah sebuah novel
inspiratif yang di tulis oleh Darwis atau yang lebih kita kenal dengan nama
Tere - Liye. Tere - Liye adalah seorang penulis novel berbahasa Indonesia.
Lahir pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah menerbitkan empat belas novel karangannya
sendiri. Tere - Liye mempunyai seorang istri bernama Riski Amelia dan seorang
putra bernama Abdullah Pasai. Tere - Liye lahir dan besar di pedalaman Sumatera.
Dia anak keenam dari tujuh bersaudara. Dia pernah mengenyam pendidikan di SDN 2
Kikim Timur Sumsel, SMPN 2 Kikim Timur Sumsel, SMUN 9 Bandar Lampung dan
Fakultas Ekonomi UI. Karya-karya Tere – Liye yang lain adalah, Kisah Sang
Penandai, ELIANA (Serial Anak-Anak Mamak), Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci
Angin, PUKAT (Serial Anak-Anak Mamak), BURLIAN (Serial Anak-Anak), Hafalan
Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Bidadari-Bidadari Surga, Rembulan
Tenggelam Di Wajahmu, Senja Bersama Rosie, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku
Antara Jakarta & Kuala Lumpur, dan The Gogons Series 1.
Novel ini
dibuka dengan cerita saat Ayah Dam menceritakan cerita-cerita hebat kepada
cucu-cucunya, anak Dam. Dam kesal pada ayahnya, namun ia berusaha menahan
emosinya dan tetap duduk dengan diam. Ayah Dam yang merupakan lulusan S2 Hukum disalah satu
Universitas terbesar di Eropa memilih jalan hidup yang sederhana, hanya sebagai
pegawai biasa. Padahal beliau bisa saja menjadi pejabat tinggi, hakim ataupun
jaksa. Tapi beliau justru memilih untuk menjadi pegawai biasa, kemana-mana
menaiki angkutan umum dan hidup sederhana. Ibu Dam yang merupakan seorang
mantan artis terkenal, yang dipuja dimana-mana, memilih untuk menikah dengan
seorang yang sangat biasa yaitu ayah Dam dan juga memilih hidup yang sangat
sederhana. Itulah pilihan kehidupan kedua orangtua Dam. Sederhana dan bahagia. Cerita
berlanjut dengan kilas balik tentang kehidupan Dam kecil, seorang anak yang
dibesarkan dengan cerita-cerita kesederhanaan hidup.Cerita-cerita itulah yang
mendidik dan membangun karakternya sejak kecil. Dam adalah seorang anak biasa
dari keluarga yang sangat sederhana. Tetapi kehormatan dan harga diri keluarga
kecilnya itu tidak bisa terbayarkan. Ayahnya yang sangat ringan tangan, ramah,
baik hati dan terkenal sangat jujur ini membuatnya dikenali dan disanjungi
hampir seluruh masyarakat di kotanya. Bahkan dengan orang yang baru dikenalnya
pun beliau sangat ramah dan tidak menunjukan raut wajah yang mencurigakan. Di
Sekolah, Dam sering sekali diolok-olok oleh teman-temannya yang mengatakan
bahwa ia si keriting dan juga si pengecut. Dikatakan si keriting karena memang
rambutnya yang keriting, dikatakan si pengecut karena dia berusaha menggagalkan
aksi balas dendam yang akan dilakukan teman-teman sekelasnya pada orang yang
sudah memukul jarjit, teman sekelas Dam yang suka mengolok-olok juga suka
mencari masalah dengan Dam. Bahkan mereka sampai terlibat beberapa kali
perkelahian hanya karena masalah biasa.
Setiap hari
Dam sangat antusias mendengarkan cerita ayahnya tentang Klan penguasa angin,
danau para sufi, si raja tidur, lembah Bukhara dan apel emasnya, serta banyak
cerita menarik lainnya tentang petualangan sang ayah sampai yang paling
disenangi oleh Dam adalah cerita sang kapten bola klub kebanggaan Dam. Ayahnya
cerita bahwa ia berteman dengan kapten dan mengenalnya bahkan pada saat ia berumur
8 tahun saat mengantarkan sup jamur ke kamarnya sewaktu masih kuliah di luar
negeri. Saat itu belum ada tanda-tanda sang kapten akan menjadi pemain terbaik
dunia dengan kondisi tubuhnya yang kurus, pakaian yang lusuh seperti tidak
terawat. Namun dengan kegigihannya dan latihan-latihan kecil yang dilakukannya
pada saat mengantarkan sup jamur pada pelanggannya dia kini menjadi pemain
hebat yang sangat diidolakan oleh Dam, juga teman-temannya.
Dam sangat
kaget ketika tahu ayahnya berteman dengan sang kapten. Dia sangat terkejut tapi
juga senang. Dam ingin sekali mengirim surat ke kapten tapi ayahnya melarangnya
karena hanya akan mengganggu aktivitas sang kapten. Larangan ayahnya membuat
Dam marah dan menangis, bahkan sang ayah pun marah kepadanya karena keinginannya
yang berlebihan itu. Hal itu lantas membuat Dam menyesal dan meminta maaf
kepada sang ayah dan berjanji tidak akan mengungkit masalah ini lagi.
Waktu silih
berganti saat sang kapten, idola Dam datang berkunjung ke kota tempat tinggal
Dam dan keluarganya. Dam ingin sekali ikut, tapi ia juga sadar harga tiket itu
sangat mahal untuk keluarganya. Bahkan setelah memecahkan celengannya, hasil
menjadi pengantar Koran setiap hari belum juga cukup. Dam akhirnya senang
ketika ayahnya memesan tiga tiket VIP untuk mereka. Mereka pun ikut menonton
sang kapten melakukan pertandingan persahabatan dengan Timnas Indonesia. Saat
sang kapten menyalami penonton yang duduk di area VIP tinggal 2 langkah didekat
Dam, Ayah Dam menarik tangannya untuk pulang karena ibunya sedang sakit padahal
tinggal beberapa detik lagi ia bisa bersalaman dan menyapa sang kapten. Tapi
sayang, sang ayah dengan cepat menariknnya. Dengan kesal, Dam mengikuti
ayahnya, ditambah kondisi ibunya yang semakin memburuk saat itu.
Dam sempat
marah, tapi ia sadar bahwa kesehatan ibunya lebih penting meskipun ia sempat
berpendapat bahwa ayahnya menghancurkan semua impiannya hanya dalam hitungan
detik. Ketika lulus dari SMP, Dam langsung sekolah di Akademi Gajah yaitu
sebuah sekolah dengan arsitektur kuno yang berada si luar kota. Ibunya sangat
sedih karena harus berpisah dengan anaknya. Di Akademi gajah Dam dapat memilih
mata pelajaran dan olahraga yang di sukainya dari menggambar sampai dengan
memanah. Tapi Dam menjadi anak dengan pelanggaran yang ia ciptakan hampir
setiap hari. Sampai pada suatu hari saat merayakan ulang tahun temannya Retro,
ia mengambil makanan dari dapur umum serta menciptakan keributan di malam hari
membuatnya dihukum untuk membersihkan dan menata dengan rapi buku-buku di
perpustakaan selama 1 bulan. Ia menikmati hukuman tersebut bahkan ia bisa
sambil menggambar desain dari ruang perpustakaan itu. Sampai suatu saat
temannya Retro dihukum bersamanya, karena membaca sebuah buku kuno yang sangat
berdebu menceritakan tentang lembah Bukhara . Dam sempat sekilas membacanya.
Hampir semua sama dengan yang diceritakan ayahnya. Membuat Dam mulai
bertanya-tanya apakah cerita-cerita sang ayah hanyalah dongeng semata. Dalam
hatinya berteriak “AYAHKU BUKAN PEMBOHONG”.
Beranjak dewasa, Dam mulai berhenti percaya pada
cerita-cerita ayahnya. Semakin lama rasa tidak percaya berubah menjadi rasa
benci pada ayahnya. Ia merasa ayahnya telah berbohong padanya sejak kecil dan
ia tidak akan pernah bisa memaafkan ayahnya. Akhirnya Dam terus membenci ayahnya
bahkan sampai ia sukses dan berumah tangga. Karena rasa benci itulah, ia
mendidik anak-anaknya dengan keras, ia tidak suka ayahnya bercerita dengan Zas
dan Qon, anaknya. Ia tidak pernah mau menjenguk ayahnya yang hidup sendiri di
rumah tuanya, bahkan ia pernah mengusir ayahnya dari rumahnya karena kekesalan
yang tidak tertahankan.
Setelah
menikah dengan Taani teman sekolahnya waktu SMP yang merupakan anak dari
pelatih renang Dam dulu, Dam dan Taani dikaruniai 2 orang anak yang bernama Zas
dan Qon yang sangat lucu-lucu. Taani menjadi istri yang baik dan tidak pernah
memisahkan anak-anaknya dengan sang kakek. Zas dan Qon sangat senang mendengar
cerita-cerita sang kakek dan itu memicu pertengkaran dengan istrinya karena
sang istri selalu membela bapak mertuanya itu.
Pada suatu
malam Dam mengutarakan ketidaknyamanan atas cerita-cerita bohong sang ayah.
Tapi sang ayah dengan lemah tapi tegas mengatakan bahwa ia tidak berbohong,
tidak mungkin ia menceritakan kebohongan pada Zas dan Qon. dengan seribu alasan
Dam mengatakan bahwa kebohongan itu bisa saja terjadi besok atau lusa. Dan
lantas, itu membuat ayah Dam pergi dari rumah karena merasa kehadirannya tidak
diinginkan oleh anaknya sendiri. Tanpa diketahui, ayahnya tidak pulang ke rumah
mereka yang lama. Ternyata beliau pergi ke pusara sang istri dan akhirnya
pingsan di sana.
Mendengar
itu, Dam dan Taani langsung ke rumah sakit. Ayahnya tidak sadarkan diri selama
12 jam. Setelah sadar ia memanggil Dam melalui dokter. Ayahnya meminta maaf
telah menceritakan semua pengalaman hidupnya bahkan tetap menceritakan pada Dam
saat istrinya melarangnya karena akibat yang nanti didapatkan dari ceritanya
tersebut. Diwaktu-waktu sebelum meninggal beliau sempat menceritakan cerita
terakhirnya pada Dam tentang danau para sufi dan berjanji sebelumnya bahwa itu
cerita yang terakhir. Dam mendengarkannya dan menahan air mata untuk keluar.
Sampai pada kesimpulan dari cerita danau para sufi tersebut, bahwa kebahagiaan
itu sederhana, meskipun di luar sana banyak hal-hal yang kamu tidak suka asal
mata air kebahagiaan itu timbul dari dalam hatimu maka kamu akan bahagia.
Begitulah prinsip hidup kesederhanaan Ayah dan Ibu Dam selama ini.
Keesokan harinya pemakaman sang ayah digelar pagi hari. Berbondong-bondong semua orang datang dari berbagai pelosok bahkan orang-orang yang sama sekali tidak dikenal Dam. Berbagai kalangan ikut hadir bahkan mengalahkan keramaian saat sang kapten datang untuk melaksanakan pertandingan persahabatan dengan Timnas Indonesia. Tiba-tiba 9 layang-layang terbang diangkasa. Zas si anak sulung berbisik pada ayahnya, “Pa, jangan-jangan itu formasi layang-layang 9 klan suku penguasa angin. Mereka datang untuk melayat kakek”. Dam pun hanya tertawa getir mendengar celotehan anaknya tersebut. Tidak lama kemudian di tepi pemakaman terdengar orang berteriak dan seruan-seruan ramai disekitar pemakaman. Ternyata sang kapten bola legendaris datang bersama keponakannya, pemain hebat pula dengan nomor punggung 10 yang merupakan idola Zas dan Qon, datang ke pusara ayah Dam. Sang kapten menceritakan seperti apa yang diceritakan ayahnya dulu, bahwa ia bertemu ayahnya saat menjadi pengantar sup waktu kecil. Ia sangat bersemangat menceritakan bagaimana ayah Dam datang ke pendaftaran pemain sepak bola karena pada saat itu sang kapten ditolak, karena tinggi yang tidak memenuhi standar bahkan mengancam akan melapor ke komite bola pada saat itu. Ia juga menceritakan wejangan-wejangan serta semangat yang diberikan ayah Dam kepadanya serta kepada keponakannnya si nomor punggung 10. Mereka ingin sekali bertemu ayah Dam. Tetapi mereka putus kontak dan tidak mengetahui alamat ayah Dam. Untunglah setelah mencari sekian lama keponakan sang kapten menemukan alamat ayah Dam. Mereka datang disaat yang tidak tepat. Ayah Dam telah meninggal. Pada akhirnya, Dam terlambat menyadari kesalahannya. Saat ayahnya telah meninggal, Dam baru menyadari betapa berartinya ayah di kehidupannya.
Dengan
tidak menyangka, Dam akhirnya tahu bahwa ayahnya bukan pembohong.
Unsur Instrinsik Novel
a. Tema
Novel
yang berjudul Ayahku (Bukan) Pembohong bertema kesederhanaan hidup.
b.
Alur
Alur
yang digunakan dalam novel berjudul Ayahku (Bukan) Pembohong adalah alur maju
mundur yang terkadang Dam (tokoh utama) kembali mengingat masa kecilnya dulu
bersama sang ayah, ibu, dan teman-temannya.
c.
Penokohan
dan Perwatakan
Ø Dam
·
Pantang menyerah
Bukti:
Tangan dan kakiku terus mengayuh. Setengah jam berlalu, satu anak sudah
berhenti di ujung kolam, tersengal, menyerah. Aku menggertakkan gigi. Aku bisa
bertahan lebih lama dari itu. Lima belas menit kemudian, dua anak menyusul
menyerah, berenang gontai ke tepi kolam dengan sisa-sisa tenaga. Ayolah, aku
membujuk seluruh tubuhku, tinggal satu pesaing lagi, bertahan sebentar saja dan
semua akan berhasil. (Halaman 27).
·
Mempunyai rasa ingin tahu tinggi
Bukti:
Teruskan, Yah. Teruskan. Aku menunggu tidak sabar. (Halaman 13).
·
Pekerja keras
Bukti:
“Kata siapa itu percuma?” aku menyergah. Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba
tidak suka mendengar kalimat pesimis yang dikatakan ayah-apalagi dengan tabiat
ayah yang selalu positif. “Aku sudah mengumpulkan uangnya, Yah. Aku akan
melakukan apa saja agar Ibu bisa menjalani terapi itu.” (Halaman 232).
·
Suka menolong
Bukti:
“Kalian bisa bantu sebentar?”, “Bantu apa?!” aku balas berteriak. Salah satu
perahu merapat ke pinggir danau, menyilakan kami loncat ke dalamnya, mendayung
kembali ke perahu satunya. “Banyak sekali ikan yang tersangkut di jaring,
Kawan. Kami tidak cukup kuat menariknya. Kalian berdua bisa bantu? Tidak sulit,
kalian hanya ikuti aba-aba. Salah satu dari kalian pindah ke perahu satunya
biar seimbang.” Salah satu nelayan menjelaskan. Sore itu aku dan Retro
menghabiskan waktu luang dengan berkutat menarik jaring-jaring. (Halaman 203).
·
Suka bertindak tanpa berpikir dahulu
Bukti:
Aku tahu itu melanggar seluruh peraturan. Retro juga menyergahku, tidak percaya
dengan rencana yang akan kulakukan. Ia mengingatkan semua pelanggaran yang kami
lakukan tiga tahun terakhir: menonton Piala Dunia, merayakan ulang tahun di
kamar, dan merusak alat praktik gravitasi. (Halaman 214).
·
Nekat
Bukti:
“Gampang” Aku menyeringai lebar. “Kau tinggal melanggar peraturan asrama.
Sebaiknya kejahatan level satu, itu lebih baik”. (Halaman 126).
Aku
sebenarnya senang dihukum membantu dapur asrama. Bagaimana itu akan disebut
hukuman, kalau setiap saat aku punya akses untuk mendapatkan makanan. (Halaman
113).
·
Suka ragu-ragu
Bukti:
Kenapa ayah berbohong padaku? Anaknya satu-satunya? separuh hatiku membantah.
Itu sekadar cerita yang berlebihan, tidak lebih tidak kurang, separuh hatiku
yang lain membela. Ayah, kau pembohong, separuh hatiku yang lain tetap
bersikukuh. Ayahku bukan pembohong, aku membantah. (Halaman 193).
·
Keras kepala
Bukti:
“Ini rumahku, Yah.”. Aku menatap ayah, tidak peduli istriku yang meremas
lenganku sampai merah, memberikan kode untuk lebih terkendali. “Kita mematuhi
aturan main yang ada di bawah atap rumah ini. Karena dua bulan terakhir ini
ayah tinggal bersama kami, ayah juga harus mematuhinya. Atau kalau tidak...”
(Halaman 238).
Ø Ayah
Dam
·
Jujur
Bukti:
“Cerita itu tidak bohong, Dam,” ayah berkata dengan suara bergetar (Halaman
238).
“
Itu bukan cerita bohong Dam,” Ayah menjawab pelan. “Bukankah kau sendiri yang
kuliah di Akademi Gajah? Satu-satunya sekolah yang meluluskan muridnya tanpa
ikut ujian akhir. Berburu di hutan, bangunan tua yang megah, guru-guru yang
hebat. Dan bukankah kau diterima di jurusan arsitektur, jurusan terbaik
universitas terbaik kota ini karena surat pengantar dari Akademi Gajah?”.
(Halaman 278).
Ayah
menggeleng “Aku tidak berbohong.” (Halaman 279).
·
Penyabar
Bukti:
“Baik... baiklah”. Ayah berdiri, matanya
redup menatapku.
(Halaman
280).
·
Sederhana
Bukti:
“Tidak usah. Aku akan menumpang angkutan umum. Mereka mungkin mau mengantar
orang tua ini sampai ke rumah.” Ayah menggeleng. “Selamat tinggal.” (Halaman
280).
Ø Ibu
Dam
·
Perhatian
“Kau
harus banyak istirahat, Dam, agar lekas pulih.” (Halaman 29).
·
Penyayang
Bukti:
Ibu memelukku erat-erat, menciumi keningku, matanya juga basah. Ibu berbisik,
“Kau anak yang baik, Dam. Kau akan selalu jadi anak yang baik.” (Halaman 58).
Ø Zas
·
Mempunyai rasa ingin tahu tinggi
Bukti:
“Rahasia apa?” Zas dan Qon tertarik-tidak ada anak-anak di atas dunia yang
tidak tertarik dengan rahasia.
“Mencari
tahu, Pa,” Zas menjawab pelan.
·
Bandel
Bukti:
Di tempat itulah Zas berharap menemukan bukti bahwa cerita-cerita kakeknya
sungguhan. Rasa penasaran itu tidak beda dengan yang aku alami dulu, dan mereka
lebih nekat. Bolos dari sekolah. Berjam-jam berkutat memeriksa daftar buku,
mencari di rak-rak, membaca bab-bab yang ada, berharap akan menemukan
penjelasan. (Halaman 224).
Ø Qon
·
Penurut
Bukti: Qon takut-takut menyusul kakaknya.
(Halaman 260).
Tanpa disuruh dua kali, Qon bergegas
loncat. (Halaman 61).
·
Suka bertanya
Bukti:
“Kakek juga memasukkan peta?” Qon menyela. “Buat apa?” (Halaman 135).
Ø Taani
(Istri dan teman Dam)
·
Suka membantu
Bukti:
Entahlah apa karena bujukan Taani atau karena aku memang berhak, pelatih
memutuskan memberikan kesempatan kedua. (Halaman 41).
·
Supel
Bukti:
Taani pandai membuatku akrab dengan mereka, menjelaskan banyak hal. (Halaman
250).
·
Keras kepala
Bukti:
“Aku bukan anak kecil lagi, Dam. Aku tahu mana yang harus kupercayai dan mana
yang tidak.” Taani menatapku galak, tidak ada tawar-menawar. (Halaman 264).
Ø Jarjit
·
Suka mengejek
Bukti:
“Sepertinya dugaanku benar, Kawan. Rambut jeleknya membuat dia tenggelam.
Meluncur ke bawah seperti patung batu.” Jarjit tertawa diikut kameradnya yang
selalu setia. (Halaman 36).
Jarjit
mengejekku Pengecut, Keriting, dan kalimat apa saja yang terlintas di
kepalanya. (Halaman 64).
“Kau
Pengecut!” Jarjit membentakku, ludahnya muncrat.
·
Iri
Bukti:
“Semua orang seperti melindungi kau. Setiap kali kita berkelahi, kepala
sekolah, papaku, mamaku, pelatih, semuanya bersepakat membela kau.” (Halaman
65).
·
Sombong
Bukti:
“Sang Kapten memang jago sekali menyundul bola. Dua gol dari sundulan. Dia
memang tinggi, aku sampai harus mendongak minta tanda tangannya dulu. Yah,
tanda tangan di bola itu, yang kuminta langsung darinya, tahu kan?” Suara
Jarjit terdengar di langit-langit kelas. (Halaman 21).
Ø Retro
·
Suka mengomel
Bukti:
Retro hanya mengomel selama tiga hari. (Halaman 130).
·
Setia kawan
Bukti:
Retro selalu mengikuti Dam saat senang bersama dan saat mereka dihukum ia juga
ikut bertanggung jawab dan tidak menumpahkan hukuman itu hanya ke Dam saja.
(Bukti tersirat).
·
Suka bercanda
Bukti:
“Dia paling hebat di seluruh Akademi Gajah, Pak. Satu anak bisa membelah diri
membunuh tiga ekor babi sekaligus.” Retro membual membuatku tertawa lebar.
(Halaman 214).
Ø Ayah
Taani (Pak Pelatih)
·
Tegas
Bukti:
Aku jadi tahu bahwa pelatih yang tegas, keras, dan berwibawa itu adalah papa
Taani. (Halaman 41).
“Kalau
kau terlambat start lagi, kuikat kau di pinggir kolam sehari –semalam,” pelatih
mengancam Jarjit. ‘Dan kau Dam, kalau kau tetap saja lamban seperti kura-kura,
akan kupotong sendiri rambut keriting kau itu, dan sekali kupotong, rambut itu
tidak akan pernah tumbuh keriting lagi.” (Halaman 100).
·
Galak
Bukti:
Pelatih berseru galak, bergeming dari pinggir kolam. (Halaman 27).
Ø Kepala
Sekolah
·
Tegas
Bukti:
Kepala Sekolah melarang kami membawa tustel dan peralatan elektronik. (Halaman
120).
“Kau
harus membayar denda, Dam. Kami sudah bersepakat, itu hukuman kau.” Kepala
Sekolah menengahi, melambaikan tangan menyuruh petugas perpustakaan menurunkan
tongkatnya. (Halaman 200).
·
Baik hati
Bukti:
“Ah ya, aku lupa, itu surat pengantar dari Akademi Gajah. Besok lusa kalau kau
ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi, kauberikan surat itu ke
mereka. Ssstt, aku beritahu kau rahasia kecil sekolah kebanggan kita ini,
bahkan universitas ternama di seluruh dunia tidak bisa mengabaikan surat
pengantar Akademi Gajah.” Kepala Sekolah tersenyum. “Nah, Dam, selamat
melanjutkan hidup. Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tidak peduli
seberapa menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biarkan waktu yang menjadi
obat. Kau akan menemukan petualangan hebat berikutnya di luar sana.” (Halaman
242).
Ø Petugas
Perpustakaan
·
Suka curiga
Bukti:
“Tahan keretanya!” Petugas perpustakaan meneriaki pegawai peron yang siap
memberikan kode jalan ke masinis. “Tahan keretanya sampai penjahat kecil ini
mengembalikan bukuku.” (Halaman 170).
·
Suka menuduh orang lain
“Dasar
tabiat buruk manusia, sekali membantah selamanya membantah. Kau sudah merusak
dua buku itu. Halamannya terlipat. Jilidnya lepas. Belum lagi bukunya menjadi
kuning kecokelatan. Terakhir aku melihatnya, buku itu masih wangi dan kesat.”
Petugas mengacungkan tongkatnya. (Halaman 200).
d.
Sudut
Pandang
Sudut
pandang yang terdapat dalam novel berjudul Ayahku (Bukan) Pembohong adalah
orang pertama pelaku utama dimana Dam langsung menceritakan kisah hidupnya.
e.
Latar
(Setting) Cerita
1.
Tempat
Ø Rumah
Dam
Bukti:
Dan
di rumah ini, aku tidak akan membesarkan Zas dan Qon dengan dusta seperti yang
dilakukan Ayah dulu kepadaku. (Halaman 7).
Ø Sekolah
waktu Dam kecil
Bukti:
Aku
terlambat setengah jam. Ibu guru menyuruhku berdiri di pojok kelas.
(Halaman
20).
Ø Klub
renang
Bukti:
Kolam
renang kota ramai oleh anak-anak. Beberapa diantaranya teman sekolahku.
Orangtua dan penonton lainnya duduk di tribun, mengembangkan payung
berwarna-warni. (Halaman 23).
Ø Ruang
Keluarga
Gerimis
di luar mulai menderas. Ruang keluarga kami. (Halaman 30).
Ø Stadion
Sepakbola
Bukti:
Senja
mulai membungkus kota. Cuaca cerah, hanya menyisakan awan jingga. Lampu stadion
menyala terang. Beberapa petinggi memberikan sambutan. (Halaman 105).
Ø Sekolah
berasrama Akademi Gajah
Bukti:
Tiga
tahun terakhir, sang kapten membawa negaranya menjuarai Piala Dunia-aku
menonton siaran langsungnya di televisi asrama, yang seharga hukuman bekerja di
dapur sekolah sebulan penuh. (Halaman 113).
Ø Perpustakaan
Sekolah Akademi Gajah
Bukti:
Aku
dan Retro bersitatap sejenak. Terdiam. Ruangan perpustakaan terasa semakin
lengang. (Halaman 141).
Ø Ruang
Kerja Dam
Bukti:
Ruang
kerjaku, hari ini. (Halaman 218).
Ø Universitas
kota
Bukti:
Aku
coba-coba memberanikan diri mendatangi kantor rektor universitas, menyerahkan
surat itu. (Halaman 242).
Ø Rumah
Taani
Bukti:
Teoriku
soal berkenalan dengan calon mertua berantakan, bahkan sebelum makan malam
dimulai. Saat Taani sibuk mengenalkan aku ke seluruh anggota keluarganya, papa
Taani berseru kencang. (Halaman 250).
Ø Rumah
Sakit
Bukti:
Di
halaman rumah sakit, petugas yang menjaga pemakaman langsung menyongsong saat
melihatku turun dari mobil, berkali-kali minta maaf, bilang dia seharusnya
melarang ayah malam-malam hujan-hujanan masuk ke pemakaman kota. (Halaman 284).
Ø Di
sebuah pemakaman
Bukti:
Antrean
pelayat mengular panjang. Pemakaman ini dihadiri walikota, keluarga besar
Jarjit, teman-teman sekolahku, teman-teman klub renang, tetangga, kolega, dan
kenalan ayah yang sebagian besar tidak kukenali. (Halaman 295).
2.
Waktu
Ø Pagi
hari
Masih
pagi, sekolah belum ramai saat Taani tergopoh-gopoh datang. (Halaman 40).
Ø Siang
hari
Pulang
sekolah, dengan menumpang angkutan umum, ayah menjemputku. Ia langsung
mengantarku ke klub renang kota kami. (Halaman 22).
Ø Sore
hari
Sore
ini kolam renang kota kami ramai. (Halaman 42).
Ø Malam
hari
Maka
malam ini, ketika ayah dengan riang menemani anak-anakku, Zas dan Qon,
menceritakan kisah-kisah hebatnya pada masa mudanya, aku hanya menghela napas
tidak suka. (Halaman 5).
Ø Dini
hari
Dini
hari, pertandingan putaran kedua semifinal Liga Champions Eropa tiga puluh
tahun lalu. “Bangun, Dam” ayah lembut menggerakkan bahuku. (Halaman 49).
3.
Suasana
Senang,
Ramai, Hening, Tenteram, Tegang, Sedih, Duka.
f.
Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa yang digunakan dalam novel ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh berbagai jenis kalangan penikmat novel.
g.
Amanat
Ø Bekerja
keras dan tidak pantang menyerah dalam menggapai cita-cita. Seperti yang
dilakukan Dam saat mengikuti tes seleksi masuk klub renang. Walaupun hujan
mengguyur deras, serta Dam pernah gagal di tes seleksi tahun pertamanya masuk
ke klub renang, ia tidak putus asa dengan memanfaatkan kesempatan kedua untuk
mengikuti tes seleksi masuk klub renang lagi sampai saat celana renangnya
sempat lepas, karena tali pinggangnya putus akibat ulah Jarjit. Dan ia tidak
malu untuk meneruskan lomba agar dapat masuk ke klub renang tersebut.
Ø Janganlah
memendam sesuatu yang kita tidak tahu, teruslah cari jawaban dengan mencari
bukti dan tidak malu untuk bertanya. Seperti saat Dam mulai ragu-ragu dengan
cerita-cerita ayahnya. Ia mulai berprasangka buruk dan benci kepada ayahnya
saat beranjak dewasa karena tidak segera mencari bukti ataupun bertanya secara
langsung kepada ayahnya dan ia hanya memendam pertanyaan itu dikepalanya
tentang cerita-cerita tersebut. Sampai suatu saat Dam terlambat menyadari
kesalahannya bahwa ayahnya sebenarnya bukan pembohong.
Ø Janganlah
iri dan dengki terhadap seseorang karena akan menimbulkan kerugian bagi diri
sendiri maupun orang lain. Seperti saat Jarjit sering dimarahi orang tuanya
karena ia tidak seperti Dam yang baik dan penurut kepada kedua orangtuanya.
Sehingga Jarjit menjadi iri kepada Dam karena orangtuanya telah membandingkan
dirinya dengan Dam dan lebih membela Dam daripada dirinya.
Ø Hormati
dan jagalah perasaan orangtua bagaimanapun sifat mereka karena akan membuahkan
hasil yang baik di masa depan. Jika saja Dam percaya akan cerita ayahnya, maka
Dam tidak akan menyesal di lain hari dan tidak menyakiti perasaan ayahnya
seperti saat Dam mengutarakan ketidaknyamanan dirinya terhadap cerita-cerita
ayahnya yang ia anggap bohong belaka, sampai membuat ayahnya pergi dari rumah
Dam karena merasa kehadirannya tidak diinginkan oleh anaknya.
Ø Taatlah
terhadap peraturan yang telah ditetapkan, entah itu di sekolah, di rumah maupun
di mana saja karena sanksi akan berlaku bagi siapa saja yang melanggarnya.
Seperti masuk sekolah tepat waktu agar tidak dihukum di depan kelas seperti
Dam. Lalu tidak dihukum untuk membersihkan perpustakaan sekolah sebulan penuh
karena Dam melanggar peraturan asrama sekolahnya dengan merayakan ulang tahun
Retro di kamar milik Dam yang ramai-ramai dipenuhi teman-teman sekolahnya,
padahal ulang tahun Retro masih dua minggu lagi.
Unsur Ekstrinsik Novel
a.
Nilai
Ketuhanan
Ø Selalu
tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai cobaan seperti yang di anjurkan di
agama kita karena setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
Ø Tidak
iri dan dendam terhadap seseorang. Karena iri dan dendam tidak diperbolehkan
dalam agama dan tidak ada manfaatnya.
Ø Tetap
tegar ketika nyawa seseorang yang kita sayangi telah kembali ke sisi-Nya. Agama
menyuruh kita untuk tetap tegar dan tabah serta mendoakan seseorang yang telah
kembali ke sisi-Nya.
b.
Nilai
Sosial
Ø Selalu
menghormati orang tua kita.
Ø Setia
kawan terhadap teman.
Ø Gotong-royong
bersama-sama mencapai satu tujuan untuk kepentingan bersama.
c.
Nilai
Moral
Ø Menyadarkan
kita tentang pentingnya keluarga, terutama ayah untuk selalu menghormati dan
mematuhi segala keputusannya.
d.
Nilai
Ekonomi
Ø Mengajarkan
kita bagaimana hidup mandiri dengan menghasilkan uang dari jerih payah sendiri.
Seperti Dam yang rela mencari uang dengan meloper koran agar dapat menonton tur
sepakbola idolanya. Selain itu Dam juga membayar denda dan mengumpulkan uang
dengan cara bekerja membantu perkampungan dekat Akademi Gajah, serta memperoleh
bonus dari hasil mengirimkan teman-temannya sebagai tenaga kerja tambahan untuk
membantu perkampungan dekat Akademi Gajah yang kekurangan tenaga kerja banyak.
Ø Hidup
sederhana dan apa adanya, tidak menunjukkan kekayaannya. Seperti ayah Dam yang hidup sederhana, dan Ibu
Dam yang merupakan seorang mantan artis terkenal memilih untuk menikah dengan
seorang yang biasa seperti ayah Dam, dengan tidak menunjukkan ketenaran beliau
hanya karena beliau mantan seorang artis terkenal.
e.
Nilai
Adat
Ø Perempuan
tidak boleh pulang larut malam, jika terpaksa maka hendaknya diantar seorang
laki-laki atau teman. Seperti saat Taani diantar pulang oleh Dam setelah
bertemu ayah Dam karena waktu sudah hampir larut malam.
Ø Melamar
perempuan sebelum menikah untuk memastikan hubungan percintaan agar tidak
terjadi salah paham atau fitnah bagi orang disekitarnya. Seperti yang dilakukan
Dam saat melamar Taani di rumah Taani.
Keunggulan dan
Kekurangan Isi Buku
·
Keunggulan
Alasan
saya memilih novel ini karena banyak pelajaran yang dapat diambil, salah
satunya bagaimana seharusnya kita bersikap kepada orang lain. Sangat inspiratif
dan kaya akan nilai-nilai moral dalam setiap alurnya. Novel ini menyadarkan
kita betapa pentingnya keluarga, terutama seorang ayah. Menyadarkan kita bahwa
kita tetap harus menghormati dan menjaga perasaan orang tua, bagaimanapun sifat
mereka dan menyadarkan kita akan hakikat kebahagiaan sejati yang selama ini
disalahartikan orang. Alur novel ini kompleks, membuat pembaca tidak merasa
jenuh karena jalan cerita yang selalu berubah dan banyak kejadian mengejutkan
yang dialami Dam. Selain itu, novel ini sangat cocok untuk dibaca semua orang,
tidak mengenal usia. Gaya bahasanya mudah dipahami dan banyak menyuguhkan
kata-kata motivasi yang sangat menarik.
·
Kekurangan
Menceritakan
tentang hal-hal yang ada di luar logika manusia, misalnya pada layang-layang
besar yang dikendarai oleh suku penguasa angin seperti yang diceritakan oleh
ayah Dam.
Saran
Tambahan Pada Buku
Diperjelas lagi bagian
pemisahan cerita pada saat Dam menceritakan masa kecilnya dengan masa sekarang, karena agak
membingungkan.
Daftar
Pustaka
Liye, Tere. 2015. Ayahku (Bukan) Pembohong. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
selamat........
BalasHapusSaat ini blog anda sudah mulai online........terimakasih anda sudah mengerjakan tugas TIK dengan baik, jangan lupa terus menulis dan berkreasi di blog ini....
semoga sukses
sama-sama pak..
Hapusterimakasih